Labels

Monday, July 7, 2014

Jembatan Tajuk (Canopy Bridge)

Jembatan Tajuk atau yang biasa disebut dengan Canopy Bridge merupakan salah satu wisata alam yang dapat dijumpai di Balikpapan. Jembatan ini dibangun di atas ketinggian ± 30 meter dari permukaan tanah. Uniknya jembatan ini adalah karena dibangun dengan menghubungkan pohon-pohon bangkirai antara yang satu dengan yang lainnya. Bangkirai (Shorea laevis) merupakan salah satu flora endemik yang dapat ditemukan di hutan Kalimantan. 

Perjalanan menuju Canopy Bridge
Untuk menuju Canopy Bridge, pengunjung perlu berjalan kaki melewati jalan setapak sekitar 500 meter dari pos awal penjagaan. Dengan membayar b
iaya administrasi sebesar Rp. 20.000/orang, pengunjung dapat menaiki Canopy Bridge dan merasakan sensasi berjalan di atas ketinggian lebih dari 20 meter. Jalan menuju lokasi ini agak sedikit mendaki dengan tekstur tanah yang sedikit berpasir. Beberapa anak tangga yang telah dibuat untuk memudahkan para pejalan kaki juga akan kita jumpai dalam perjalanan menuju Canopy Bridge. Perjalanan ini tidak akan terasa lama, apalagi di sepanjang perjalanan kita akan disuguhi dengan keasrian hutan serta pohon-pohon yang menjulang tinggi di sisi kanan dan kiri jalan setapak.

Setelah melewati jalan setapak, akan terlihat sebuah gerbang masuk 
yang terbuat dari kayu, gerbang inilah yang menandakan bahwa kita telah tiba di depan Canopy Bridge. Setelah melewati gerbang masuk, kita akan menemukan plang mengenai peraturan dalam menaiki jembatan, sejarah beserta foto-foto pada saat pembangunan awal jembatan ini.

Gerbang Kayu sebagai pintu masuk Canopy Bridge
Sejarah serta dokumentasi pembangunan Canopy Bridge
Untuk dapat melewati jembatan tersebut, kita terlebih dahulu harus menaiki anak tangga yang terbuat dari kayu yang melingkari batang pohon bangkirai. Ada empat jembatan yang menghubungkan lima pohon bangkirai. Empat jembatan tersebut dapat dilalui dengan ukuran panjang jembatan yang berbeda-beda. Akan tetapi, hanya ada satu jalur tangga untuk naik dan satu jalur tangga untuk turun, jadi pastikan anda melewati semua jembatan sebelum memutuskan untuk turun =).

Tangga menuju Canopy Bridge


Canopy Bridge

Perjalanan Menuju Bukit Bangkirai

Bukit Bangkirai merupakan salah satu lokasi wisata alam yang dapat ditemukan di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Bukit Bangkirai terletak di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebagian kecil di Kabupaten Panajam Paser Utara - Kalimantan Timur. Sebagian kawasan terpotong oleh jalan poros Samarinda-Balikpapan.

Taman Hutan Raya Bukit Soeharto
Luas Hutan Raya Bukit Soeharto ± 61.850 Ha. Tujuan Penunjukan wilayah ini adalah untuk melindungi, menjaga kelestarian dan menjamin pemanfaatan potensi kawasan dan berfungsi sebagai wilayah untuk koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli yang dapat dipergunakan untuk kepentingan penelitian, pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (www.lingkunganhijau.com).

Untuk menuju kawasan ini, jalur yang ditempuh berupa jalur darat. Apabila bergerak dari Samarinda, waktu yang dibutuhkan kurang lebih 1,5 jam, sedangkan dari Balikpapan kurang lebih 45 menit.







Saya bersama kedua teman backpacker saya, Umi dan Denur memutuskan untuk mengunjungi lokasi ini hanya dengan berbekal informasi dari internet dan bertanya pada penduduk lokal. Dengan menaiki angkot 03 dari tempat kami menginap, lalu kami menuju terminal Batu Ampar dan kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan angkot 08. Setibanya di lokasi (tempat berdirinya penanda memasuki TAHURA Bukit Soeharto), kami sempat kebingungan mencari kendaraan menuju Bukit Bangkirai. Dengan bertanya kepada ibu pedagang di pinggir jalan, akhirnya kami medapatkan 2 opsi kendaraan yang bisa di sewa, yaitu motor dan mobil. Berdasarkan informasi dari si ibu pula kami mengetahui bahwa perjalanan menuju lokasi yang kami inginkan memiliki medan yang cukup sulit karena sebagian besar jalan masih berupa tanah merah. Lokasi yang ternyata masih cukup jauh untuk ditempuh (sekitar 15 km lagi), akhirnya memutuskan kami untuk menyewa mobil beserta dengan seorang supir yang merangkap sebagai tour guide yang nantinya memandu kami memasuki kawasan wisata alam ini.

Gerbang awal untuk memasuki kawasan wisata alam Bukit Bangkirai
Selamat Datang di Bukit Bangkirai

Sail Bunaken 2009

Sail Bunaken 2009 yang bertema “Jaga Laut Kita Untuk Generasi Mendatang” merupakan kegiatan kebaharian nasional berdimensi internasional dalam rangka membangun rasa Seaman Brotherhood (rasa persaudaraan sesama pelaut) dan mempererat hubungan antara negara, yang terdiri dari 10 kegiatan utama, yaitu:
1. International Fleet Review (pawai kapal perang dan tallship), dikonfirmasi 14 Negara akan turut serta dengan delegasi kapal perangnya termasuk Kapal Induk Amerika Serikat (USS Goerge Washington).
2. Selam massal (2000 penyelam, yang akan dicatat dalam pemecahan rekor dunia), sekaligus Upacara Bawah Air Hari Kemerdekaan RI.
3. Perhelatan Olahraga Bahari (Jetski, Memancing, dan Ski Air)
4. Yacht Race (relli kapal pesiar), diikuti lebih dari 100 Kapal pesiar dari seluruh dunia.
5. Seminar tentang Maritime Security dan Fishing Impact
6. Kirab Kota dan Parade/Festival Bunga
7. Parade Budaya dan Makanan Nusantara
8. Pesta Kembang Api
9. Admiral Dinner
10. Open Ship      (http://data.menkokesra.go.id/content/sail-bunaken-2009)

Nah dalam ajang ini, para tim ekspedisi zooxanthellae X juga ikut serta pada kegiatan selam massal. Tetapi yang mengikuti kegiatan ini hanya 16 orang saja, karena saya, mumu dan arief masih berstatus ‘diklat’ sehingga kami belum memiliki sertifikat (license) untuk menyelam. Diving licensemerupakan salah satu persyaratan untuk mengikuti kegiatan ini, dengan jenjang minimal A1 atau open water.
Para penyelam bersiap untuk berbaris di bawah laut
Kegiatan selam massal ini sebenarnya tidak dilakukan di Bunaken, melainkan di Pantai Malalayang, Manado. Sebanyak 2.567 penyelam membentuk barisan di bawah air dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia, sehingga ajang ini mampu memecahkan Guinnes Book of Record.Berhubung saya tidak ikut menyelam, jadi saya ditugaskan untuk mengabadikan kegiatan ini dari darat. Walaupun saya tidak bisa ikut serta menyelam bersama dan berbaris di bawah laut, tetapi euforia kebanggaan serta takjub melihat begitu banyak penyelam yang masuk ke perairan membuat saya serasa ikut serta bersama mereka.

Sail Bunaken 2009

Transit Sejenak di Kota Bitung

Setelah menyelesaikan kegiatan Ekspedisi Zooxanthellae X di Biak, saya bersama tim bergerak menuju Manado untuk mengikuti acara Sail Bunaken 2009. Bitung sebenarnya hanya menjadi tempat transit kami sebelum menuju Manado. Karena kami kembali menaiki kapal PELNI, maka pelabuhan terdekat menuju kota Manado adalah Pelabuhan Bitung.

Pelabuhan Bitung saat ini terus dikembangkan menjadi pelabuhan internasional karena posisinya yang cukup strategis menjadi pintu gerbang untuk akses ke pasar Asia Pasifik (Asia Timur, Amerika dan Oceania). Bitung merupakan salah satu kota yang terdapat di Sulawesi Utara. Perjalanan kami dari Biak menuju Bitung menghabiskan waktu 3-4 hari (saya lupa berapa hari pastinya), paling tidak perjalanan ini tidak sejauh perjalanan awal kami dari Jakarta menuju Biak.
Bergaya sejenak dengan kulit hasil paparan sinar matahari
Setibanya di Pelabuhan Bitung, kami melanjutkan perjalanan menuju kota Manado dengan menyewa angkot. Uniknya angkot pada saat itu adalah adanya pembagian sistem genap ganjil. Angkot yang sudah memiliki penanda ganjil hanya boleh beroperasi pada hari senin, rabu, jumat, sedangkan angkot genap beroperasi pada hari selasa, kamis, sabtu. Nah untuk hari minggu saya lupa kebijakannya seperti apa, yang pasti menurut supir angkot (yang kami naiki) apabila ada angkot yang melanggar hari beroperasi seharusnya, maka akan dikenai denda.

Saturday, June 14, 2014

Cerita Singkat dari Kepulauan Padaido

Kepulauan Padaido merupakan lokasi utama dari kegiatan Ekspedisi Zooxanthellae X, Biak. Untuk mencapai lokasi ini kami menggunakan kapal kayu kecil (biasa disebut katinting). Terdapat  30 pulau-pulau kecil yang terbagi kedalam 2 distrik, yaitu Padaido Atas dan Padaido Bawah. Distrik Padaido Atas terdiri dari Pulau Padaidori, Mbromsi, Pasi, Meosmangguandi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Samakuri, Yeri, Rasi dan Runi. Distrik Padaido Bawah terdiri dari Pulai Owi, Rurbas, Auki, Wundi, Pai, Nusi, Ureb dan pulau-pulau kecil lainnya.

Monitoring pertama dilakukan di distrik Padaido Atas, dengan menumpang kantor kepala desa di Pulau Pasi sebagai tempat tinggal kami. Saya yang statusnya sebagai anak bawang (karena masih diklat dan termuda dalam ekspedisi ini) mengikuti Bayu dan Pustika untuk mecari informasi mengenai kondisi sosial ekonomi penduduk di beberapa pulau di distrik Padaido Atas, sedangkan Arief dan Mumu (yang statusnya masih diklat sama seperti saya) mendapatkan tugas sebagai pengambil data fisika kimia perairan. Sisanya, terbagi kedalam 2 tim yang masing-masing menggunakan kapal boat menuju lokasi pengamatan, yang terdiri dari pengambil data ikan karang, karang, bentos, serta foto/video bawah laut.

Perjalanan menggunakan katinting
Setelah beberapa hari berada di distrik Padaido Atas, kami bergerak menuju distrik Padaido Bawah dengan menginap di penginapan yang telah disediakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Biak di Pulau Owi. Pengambilan data di pulau-pulau kecil distrik Padaido Bawah dilakukan selama 3 hari dan di salah satu hari tersebut saya, Arief dan Mumu diberikan kesempatan untuk mencoba scuba diving. Mumu yang saat itu sedang berada dalam diklat scuba sudah pasti mengetahui cara penggunaannya, begitu juga dengan arief yang sudah pernah mendapatkan pelajaran scuba di salah satu mata kuliah jurusan, sedangkan saya yang benar-benar awam dengan alat ini akhirnya mencoba menyelam dengan bantuan bang Nogel yang memegangi BCD saya agar tetap stabil di dalam air. Ini merupakan penyelaman pertama saya yang langsung dilakukan di laut, dan pengalaman yang luar biasa bagi saya =D (Terima kasih kepada para mentor yang telah berbaik hati memberikan kami kesempatan menyelam, walaupun hanya di pasir, hhe).

Kegiatan ekspedisi ini ditutup dengan Pendidikan Lingkungan Hidup di salah satu SMA di kota Biak. Sebelum meninggalkan kota ini kami sempat berkeliling kota untuk melihat kehidupan masyarakat Biak yang ramah, serta merasakan makanan khas papua yaitu papeda. Karena pusat kota Biak tidak terlalu luas jadi kami dapat berkeliling dengan berjalan kaki atau menggunakan angkot (di Biak disebut taksi) menuju pasar tradisional maupun tempat menjual souvenir. Jangan heran apabila di trotoar atau dipinggir jalan kota Biak banyak ditemukan cipratan-cipratan  berwarna merah, hal ini merupakan salah satu kebiasaan orang Biak yang senang sekali memakan buah pinang dan terkadang membuang ludahnya di sembarang tempat.


Keceriaan anak-anak Pulau Pasi

Ekspedisi Zooxanthellae X - Biak

Perjalanan menuju Biak merupakan perjalanan Indonesia pertama terjauh saya dan merupakan titik awal saya melangkah menjelajahi keindahan alam serta keunikan masyarakat Indonesia.

Tim Ekspedisi Zooxanthellae X
Perjalanan ini dilakukan dalam rangka Ekspedisi Zooxanthellae X. Ekspedisi ini merupakan kegiatan tahunan Fisheries Diving Club dalam rangka memonitoring kondisi terumbu karang di wilayah Indonesia. Ekspedisi ini melibatkan 19 orang mahasiswa FPIK yang terdiri dari 4 angkatan/diklat, yaitu diklat 24 (Jii, Bayu, Nogel, Bokep, Andra, Tia, Dilla), diklat 25 (Opik, Hedra, Iqbal, Muti, Dian, Kudil, Pustika, Sukma, Apoy), diklat 26 (Mumu), diklat 27 (Arief dan saya).

Kegiatan ekspedisi ini dilakukan pada bulan Agustus 2009. Dimulai dengan keberangkatan tim jangkar (Bayu, Iqbal, Hedra) sebagai tim pendahulu yang bertugas memastikan segala sesuatu di Biak telah beres. Sedangkan sisanya berangkat beberapa hari setelah mendapatkan informasi tambahanan dari tim jangkar. Perjalanan menuju Biak kami tempuh dengan menggunakan kapal PELNI dengan waktu tempuh 1 minggu dan transit di beberapa kota.

Menaiki kapal PELNI bukan pengalaman baru bagi saya, karena pada saat kecil saya pernah menyeberangi selat sunda (perjalanan Jakarta-Medan) menggunakan kapal ini. Bisa dibayangkan betapa bosannya berada di atas kapal selama 1 minggu, apalagi dengan menu makanan yang sama setiap harinya (nasi dengan sayur apa adanya dan lauk berupa rolade/ikan/telur). Untungnya saya berangkat bersama orang-orang yang selalu mempunyai banyak ide untuk menghilangkan kebosanan. Dari bermain kartu remi, domino, tebak-tebakan, bergantian menjaga alat sampai berputar mengitari semua bagian kapal kami lakukan. Selain itu transit di beberapa kota selalu menjadi ajang kami untuk sedikit merefreshkan diri dengan melihat kota-kota di timur Indonesia.

Setibanya di Biak kami disambut oleh tim jangkar dan beberapa staff dari pemerintah kota Biak. Beberapa hari di kota Biak kami diundang untuk makan malam bersama di rumah bupati Biak, Bapak Yusuf M. Maryen sekaligus menjelaskan rencana kegiatan yang akan kami laksanakan. Selain itu, kami mengunjungi beberapa lokasi peninggalan sejarah yang menjadi saksi bisu dari Perang Dunia II yang berada di kota Biak.


Tim Ekspedisi Zooxanthellae X berfoto bersama Bupati Biak serta jajarannya
Goa Binsari (Benteng Pertahanan Tentara Jepang pada Perang Dunia ke-2)